Cloudburst Rilis Album kedua via Samstrong Records

Cloudburst Rilis Album kedua via Samstrong Records
Sebenarnya sudah lama menggadang-gadang Cloudburst sebagai salah satu band favorite semenjak mereka memainkan repertoar ala Converge di awal karier mereka. Sayangnya mungkin karena status band ini semacam band side project, saking banyaknya masing - masing personel-ya punya band lain jadi ya harus nunggu beberapa saat sampai materi mereka muncul dalam bentuk rilisan.
Ekspektasi sebelumnya tidak begitu muluk selain berharap rekaman terbaru mereka bisa lebih se pedas rilisan sebelumnya, Crying Of Broken Beauty (2016). Sejujurnya materi mereka di Crying of Broken Beauty sedikit mengecewakan karena saya berharap menemukan throat wrenching vocal dan sound pedas gitar yang memekakkan telinga. Oke, berbicara tentang perimbangan sound, output album Crying terdengar balance (baca: tidak terlalu mengedepankan salah satu instrumen saja).
Untunglah ketika Strange Acrobat dirilis, semua harapan terpenuhi sudah. Tanpa babibu langsung saya nobatkan sebagai single band Hardcore terbaik 2018. Dan benar saja, album mereka di launching perdana melalu layanan streaming via Decibel Magazine. Tentunya tak perlu dijelaskan kembali kenapa majalah sekelas Decibel Magazine bisa kepincut sama Cloudburst.
Perubahan line up dimana mereka kini diperkuat oleh Yogi, gitaris band Math Rock yang layu sebelum berkembang, Energy Nuclear, tidak menampik mampu menambah perkembangan musikal yang cukup signifikan. Sepertinya Yogi mampu menyalurkan hasrat yang terpendam di Energy Nuclear untuk sepenuhnya dicurahkan ke album ini.
Sound era 90an tersimak masih terdengar cukup seksi di album berisi 9 lagu ini. Bau-bau album era awal Converge, Deadguy sampai Botch masih terasa kuat. Tidak hanya mengulik sound American MetallicHardcore 90an tapi mereka juga menjurus ke Post Hardcore seperti di part akhir single Strange Acrobat. Belum lagi lick lick khas Kerry King yang kadang muncul semisal di track Crimson Mask maupun Personal Golgotha.
Penambahan spoken words yang nyempil di sana sini terdengar menyatu diantara shrieking ala J. R. Hayes dan howling. Cek lagu Eternal Gunfight untuk tahu apa yang saya maksud. Okta terlihat mengembangkan tehnik vokalnya dengan tidak hanya mengedepankan shrieking ala Converge yang kadung melekat di Cloudburst sebelumnya. Penulisan lirik pun tampak semakin mendalam membahas tentang hal personal.
Lalu satu lagi yang menjadi ciri khas Cloudburst, apalagi kalau bukan gebukan drum Bogex. Drummer sejuta umat ini benar benar memaksimalkan semua kemampuannya di album ini. Colongan bagian yang rumit terasa manis diayunkan kedua tangan dan kakinya. Dari mulai part kenceng sampai pukulan ganjil dihajar habis tanpa cela.
Tidak melulu bermain kencang, di Oral Staircase mereka mendinginkan suasana dengan sebuah track akustik pendek durasi 1 menitan. Cukup menyenangkan ketika mereka memikirkan juga para pendengar album untuk jeda sejenak sebelum diajak kebut-kebutan lagi.
Over all, album ini merupakan pencapaian setingkat lebih tinggi dari apa yang sudah mereka kerjakan di Crying of Broken Beauty baik dari segi produksi maupun konsep keseluruhan album. Ohya, album ini diproduksi di Watchtower studio jadi sudah semestinya diantisipasi :). Kalian bisa memesan album ini via Samstrong Records.