Mataram Culture Festival 2 ( Childhood Memories)

Foto by : @budy_prast

Dijaman kekinian saat ini masyarakat dituntut untuk melakukan pekerjaan yang cepat dan praktis, segala kegiatan yang kita lakukan pada saat ini tidak mungkin lepas dari yang namanya smartphone. Hal ini menjadikan kita mahkluk tuhan yang lupa dengan asiknya bersosialisasi tanpa adanya smartphone diantara obrolan-obrolan yang kita ciptakan ketika bertemu dengan teman ataupun kolega.

Modernisasi pada umumnya hanya menyerang anak-anak muda atau remaja saja, tetapi semakin maraknya smartphone dari yang murah sampai yang mahal menjadikan kita sebagai orang tua juga membutuhkan smartphone dan sosial media untuk kebutuhan eksis. Disamping kebutuhan sosial tinggi, media sosial tentu saja dapat menjadi sarana atau wadah orang tua untuk memonitor kegiatan anaknya. Namun  saat ini sangat disesalkan smartphone juga sudah menjadi kebutuhan pokok anak-anak kecil yang harusnya menghabiskan waktu dengan teman-temannya bukan dengan smartphonenya. Namun menjadi sebuah dilematik juga untuk para orang tua yang tidak memberikan smartphone untuk anaknya, karena anak-anak akan menangis sepanjang hari jika tidak dibelikan smartphone.

Kenapa seorang anak meminta dibelikan smartphone? Apakah faktor lingkungan?
Yang jelas faktor kemampuan orang tua!!! Jawabannya adalah iya, karena mereka melihat dan merasakan orang-orang di sekitarnya  sibuk dengan smartphonenya sendiri, terlebih memiliki teman sekolah  yang memiliki smartphone.

Masa kanak-kanak merupakan masa penuh memori yang akan mereka  kenang saat tua nanti. Terlebih saat mereka bermain dengan teman sebayanya.  Bermain suatu permainan dalam bahasa jawa dinamakan “dolanan”. Seiring dengan perkembangan jaman yang pesat, dolanan dewasa ini berubah bentuk menjadi permainan virtual  atau disebut game online. Hal ini memperkeruh keadaan dimana setiap orang skeptis terhadap smartphone miliknya. Keadaan ini didukung dengan banyaknya inovasi game yang sangat menarik, sehingga membuat anak-anak melupakan permainan yang seharusnya mereka lakukan ketika masih duduk di taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Merekapun lupa bagaimana bahagianya menghabiskan waktu dengan teman-temannya memainkan dolanan. Padahal, dolanan bocah memiliki fungsi yang positif bagi anak- anak. Antara lain, melatih sistem motorik untuk bergerak, melatih tanggung jawab, kerja sama, meningkatkan jiwa bersosialisasi pada anak, dsb. Masihkah kalian ingat dolanan masa kecil kalian? Pasti sebagian besar kalian akan menjawab Petak umpet alias delikan, Patil Lele alias Benthik, Lompat Tali, Dakon dsb. Saya berani bertaruh 1K followerku untuk Instagrammu. Dan saya memastikan bahwa kalian jarang sekali melihat dolanan ini bahkan di kampung halaman kalian sendiri. Mengapa? Kambali di awal, mereka terlalu skeptis terhadap smartphone mereka. Sebenarnya saya tidak mau mengatakan mereka  malas menggerakkan sistem motorik mereka, hanya saja mereka terlena akan inovasi game smartphone yang semakin pesat.

Permainan game smartphone memiliki dampak negatif untuk anak yang masih belajar di sekolah dasar dan taman kanak-kanak. Seperti halnya kurang gerak, kesehatan mata yang terganggu, radiasi, gangguan mental, kurangnya kemampuan bersoasialisasi terlebih lagi kecanduan. Anak-anak adalah masa depan orang tua, bangsa dan negara, ironinya tidak ada masa depan bagi anak-anak yang terlalu sering menggunakan teknologi canggih. Mengingat kembali fungsi media sosial sebagai alat monitor kegiatan anak bagi orang tua, sebagai orang yang lebih dewasa seharusnya bijak dalam memanfaat teknologi  dan informasi. Smarthphone memiliki peran yang membantu mengawasi atau memonitor kegiatan anak,  mengenalkan anak pada teknologi supaya tidak gaptek alias gagap teknologi dan dianggap gaul.

Terlepas dari semua ini, kita perlu mempertahan eksistensi dolanan bocah warisan nenek moyang kita sorang pelaut, yang lambat laun mulai ditinggalkan dan dilupakan. Maka pertanyaan yang timbul adalah “bagaimana cara mempertahankannya?”. Sebenarnya bukan perkara yang sulit, bukan pula serta merta mengumpulkan teman sebaya kita yang telah sibuk dengan karirnya untuk memainkan dolanan bocah karena memang bukan masanya untuk bermain. Sebagai generasi 90’s kita selayaknya mengedukasi adik-adik kita yang masih belajar di TK dan SD “apakah dan bagaimanakah dolanan bocah itu”. Hal ini pula yang ingin disampaikan oleh Mataram Culture Festival dalam upaya melestarikan warisan dolanan bocah yang diadakan 15 Juli 2017 di area Malioboro, Yogyakarta. Mataram Culture Festival mengadakan Parade Dolanan Bocah yang memperkenalkan beragam dolanan bocah antara lain:

Pertama       : Egrang, yang bisa disaksikan di depan Dinas Pariwisata DIY
Kedua          : Bathok, yang bisa ditonton di depan DPRD DIY
Ketiga          : Lompat Bambu, yang dapat dinikmati di depan Malioboro Mall
Keempat      : Jamuran, yang dapat disaksikan di depan Mutiara Hotel
Kelima         : Lompat Tali, yangdapat ditonton di depan Kepatihan
Keenam       : Dakon, yang dapat dinikmati di depan Ramayana
Ketujuh       : Icipili Mitirimin,  yang berlokasi di depan Pasar Beringharjo

foto by : @budy_prast
foto by : @andrajunar

foto by : @welasasih_


 Acara ini menarik perhatian khalayak ramai baik dari masyarakat sekitar, wisatawan domestik maupun wisatawan manca negara yang dapat dilihat dari padatnya pengunjung mengingat acara ini yang gratis dan mengedukasi. Mataram Culture Festival yang notabene acara yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata DIY cukup membuktikan bahwa pemerintah turut ambil bagian dalam melestarikan dolanan bocah. Selain ada Parade Dolanan Bocah, dalam acara ini diselenggarakan pula Mataram Art Performance yang berisi tentang kesenian budaya daerah yang dimulai pukul 18:00 dihari yang sama. Di puncak acara Mataram Culture Festival sebagai penutup diadakan acara santap bersama dengan adat jawa Kenduri.


Salam hangat,

otakotor