Today Best cover album 2018




REWIND 2018: TODAY'S BEST COVER ALBUM


Berawal dari kesenangan saya memperhatikan setiap cover album dari lagu- lagu yang saya putar secara online maupun rilisan fisik, tidak puas rasanya jika saya hanya mengarsipkan Today's Best Cover Album (TBCA) di sorotan instastory instagram saja. Saya memutuskan untuk membagikannya kembali di sini. Rewind 2018: Today's Best Cover Album adalah kilas balik tentang pembahasan beberapa cover album terbaik band-band atau musisi. 

Selain berbagi, saya juga ingin menekankan bahwa cover album/sleeve dan packaging adalah elemen yang tidak kalah penting untuk diperhatikan karena beberapa orang termasuk saya adalah tipe orang yang mutusi bagus/tidaknya band dari bagaimana band itu mengemas album/EP mereka. Harapan ke depannya adalah, pembahasan cover album ini dapat kita jadikan referensi ketika menggarap sebuah album/EP

Berikut beberapa cover album/EP terbaik band-band luar maupun dalam negeri yang dibahas selama 2018.

1. Tame Impala (Innerspeaker, Elephant, Mind Mischief, & Feels Like We're Going Backwards), Giant Step (Giant On The Move), dan Hand of Fatima (Confusion)


Salah satu orang dibalik suksesnya ke-empat album/EP/Single Tame Impala adalah Leif Podhajsky-- seorang fotografer lanskap dan visual desainer asal Australia yang tinggal di London. Kita bisa main- main ke blognya di visualmelt.com untuk artwork visual lainnya. Cover Innerspeaker (EP) adalah foto landskap Great Smoky Mountains National Park di North Carolina,Amerika Serikat dengan manipulasi foto menggunakan efek droste-- sebuah efek yang biasa disebut dengan layering visual yang sama dalam satu frame. 



Visual serupa saya temukan pada cover album reissue Giant On The Move milik band legendaris Giant Step yang sudah duluan mengenal efek visual droste pada tahun 70an. Digarap oleh Phonosalt Design Co dengan Benny Soebarja sebagai konseptor, cover album tersebut adalah hasil repainting foto potret para personel pada tahun 1976-- tahun pertama kalinya album ini rilis.



Berikutnya adalah cover CD Confusion milik Hand of  Fatima (Yogyakarta) yang dibuat oleh dua personel, Jodht Hafes dan Teguh Tri. Ini adalah kali kedua saya melihat dan membeli rilisan fisik Confusion (waktu itu beli di Otakotor Records yang ngelapak pada sebuah gigs) tanpa mengetahui bandnya/ lagu- lagunya, semua karena ketertarikan saya pada visual cover album mereka. Hand of Fatima sukses menjadi band favorit saya yang mengusung konsep serupa dengan visual Leif Podhajsky dan Phonosalt Design Co.





Tiga cover albumTame Impala garapan Podhajsky yang menarik perhatian adalah Mind Mischief (single), Feels Like We're Going Backwards (single), dan Elephant (single). Ketiganya merupakan ilustrasi abstrak yang dibuat dengan warna- warna vibrant dan corak yang berbeda- beda. Mind Mischief (single) memiliki warna dominan merah dan hijau dengan corak mirip cairan molekul dan gelembung air. Feels Like We're Going Backwards (single) memiliki warna dominan biru dan oranye dengan corak fiber. Elephant (single) memiliki warna dominan merah dan ungu dengan gabungan dua corak yaitu molekul/bacterial dan marble.

2.    Alan Parsons Project (Eye In The Sky) & Pink Floyd (Echoes)



Sebagai penggemar berat mitos Mesir kuno yang sarat akan konspirasi Horus dan dewa- dewa lainnya, siapa yang tidak akan jatuh cinta dengan album ini. Cover depan terpampang dengan jelas dan nyata mata dewa Horus berwarna kuning emas dengan latar warna hijau. Tidak puas dengan kaset, saya membeli vinylnya di Toko Musik Podomoro. Cover album Eye In The Sky adalah hasil karya kolektif Hipgnosis yang diiniasi oleh Storm Thorgerson. Hipgnosis mencoba merespon album Alan Parsons ini dengan mendeskripsikan Eye In The Sky sebagai mata Horus, salah satu dewa Mesir kuno, yang menjadi mitologi tertua di dunia. Horus diyakini menjadi The Eye yang mengawasi dan memantau dunia dengan penekanan pada lirik lagu Eye In The Sky:
I am the eye in the sky, looking at you
I can read your mind
I am the maker of rules, dealing with fools
I can cheat you blind
And I don't need to see any more
To know that
I can read your mind
(Looking at you)
I can read your mind
(Looking at you)


Cover album garapan Hipgnosis dan Thorgerson yang tidak kalah keren adalah Meddle milik Pink Floyd yang rilis 30 Oktober 1971. Pada tanggal yang sama, 30 Oktober 2018 saya memutar Echoes-- salah satu lagu dalam album ini dan memperhatikan cover art nya. Meddle sendiri adalah permainan kata dari Medal. Sama seperti lagu Ummagumma yang menjadi Mammagamma di lagunya Alan Parsons. Meskipun menurut Thorgerson cover album Meddle jelek, yang mana ia mengatakan bahwa tracklist album Meddle lebih bagus dari covernya, namun proses pembuatan dan makna covernya lah yang patut dipahami. Pink Floyd sendiri ingin memiliki cover dengan konsep “ear underwater”. Benar saja, Bob Dowling memotret telinga (ear) secara close up. Sementara Hipgnosis melakukan editing menambah water ripples dan waves  untuk merepresentasikan gelombang suara yang masuk ke telinga. Dalam fotografi sendiri, proses ini masuk dalam fotografi abstrak. Foto diambil secara close up untuk memberikan bentuk baru pada visualnya. Tentu saya tidak akan menyadari kalau itu telinga kecuali saya memperhatikannya secara detil. Today's Best Cover Album!

3.    BreakBot (EP, Single, Album), Sia (Albums), Lady Gaga (Art Pop)


Thibaut Jean-Marie Michel Berland dengan nama panggungnya Breakbot adalah DJ asal Prancis yang menyuguhkan musik French house dan nu- disco dan dapat dinikmati dengan chill terutama pada lagu favorit saya, yaitu Baby I'm Yours. Musik Brekbot tergolong umum namun bagaimana ia membangun identitas dan karakter visual pada tiap cover EP/Singles/Album dengan repetisi tertentu membuat saya kagum. Repetisi yang saya maksud adalah penempatan objek dan subjek yang didominasi dengan posisi diagonal. Breakbot begitu tipikal dengan menggunakan warna- warna khas pada tiap karyanya, misalnya pada cover Still Waters, Baby I'm Yours, 2Good4Me, dan You should know. Begitu juga cover By Your Side dengan tampilan sampul yang terinspirasi dari coklat. Warna- warna dan desain khas itu sukses merepresentasikan sensualitas dan kemewahan musik French house yang dibawa oleh Breakbot.



Sia Furler, atau yang kita kenal dengan Sia, musisi asal Australia ini juga memiliki karakter yang khas. Pretty- ugly adalah dua frasa yang mewakili cover- cover album ini dengan tampilan visual jelek (ugliness/ badart). Maka, cover- cover album itu tidak memberikan kita sebuah subjek yang indah. Cover This is Acting dengan foto seorang perempuan berekspresi konyol dan leher yang tidak proporsional. Seorang potret perempuan yang menangis dengan wajah dan lehernya yang kotor terdapar pada cover This is Acting versi Deluxe. Kemudian, sampul album pertama mengekspos wajah Sia dengan bekas goresan “Healing is Difficult” mewakili dirinya yang saat itu sedang memulihkan diri dari trauma masa lalunya. Karakteristik lain yang menarik dari Sia adalah, baik di cover album maupun penampilan panggungnya, ia menggunakan gaya wig yang sama: bob oversized sebagai bentuk antifamous dan kemisteriusan. Hal tersebut membuat penonton dan penggemar semakin tertarik serta penasaran dengan Sia.


Cover album ketiga Lady Gaga, Art Pop yang digarap oleh seniman ternama Jeff Koons ini menarik perhatian saya dari segi konsepnya. Dari video klip single albumnya “Applause” sendiri menunjukkan Gaga yang mewakili dirinya sebagai seorang Venus berpose memegang payudara-- memberikan kesan sensual, sangat perempuan, dan indah. Sementara bola biru diantara kaki Gaga adalah ciri khas Jeff Koons. Latar pada cover menampilkan kelahiran dewi venus yang didesain dengan efek slicing/breaking secara tidak teratur.

4.    Graveyard (Hisingen Blues)


Beberapa tahun lalu, seorang teman membeli plat hitam album ini dan kami dengarkan bersama. Tahun 2018 kemarin saya mendengarkan lagu- lagu di Hisingen Blues lagi kemudian memperhatikan sampul albumnya. Graveyard mempercayakan pembuatan sampul albumnya pada temannya, Ulf Lunden yang juga mendesain sampul untuk album bandnya sendiri. Ulf Lunden merespon lagu Hisingen Blues dengan mengambil foto mereka menggunakan latar green screen dan melakukan manipulasi foto sedemikian rupa dengan suasana hutan dan rawa- rawa. Piramid  merepresentasikan lucifer sebagai reinkarnasi horus (dewa pada mitos Mesir kuno):
Lucifer beside me
We are holding hands
I don't need to travel
[Unverified] across the land
Oh Lucifer, please take my hand
Oh Lucifer gonna take my hand

5.    Skhugila (Pariwara: a demo 2018)


Untuk ukuran sebuah demo, pengemasan CD “Pariwara” milik Skhugila bisa dibilang niat bin unik. Covernya mengambil screenshoot film Langganan (1986) karya Budiana Film. Ketika diunboxing, foto personel ada di bagian samping kanan dan dibawahnya tertulis orang- orang yang terlibat dalam pembuatan demo ini. Pada bagian tempat CD, terdapat kertas yang berisi katalog merchandise kaos Skhugila seharga 100.000 rupiah, pada bagian bawah ada contact person dan akun social media dari band ini. Menarik, bagaimana mereka memanfaatkan demo tidak hanya untuk promosi lagu tetapi juga promosi merchandise. Sampul belakang terinspirasi dari teka- teki silang dengan clue tentang judul lagu dan anggota band Skhugila.

Nah itu dia beberapa Best Cover Album tahun 2018 versi Alni. Lihat kembali tumpukan album yang sudah kamu beli tahun 2018, siapa tau kamu menemukan Best cover album yang lain!







Teks : Alni
Edited by Otakotor